Notification

×

Today's quote

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Menakar Kesiapan Pendidikan Nonformal sebagai Jalur Pendidikan Pilihan Masyarakat

30 Sep 2021 | September 30, 2021 WIB | 0 Views Last Updated 2021-09-30T13:54:38Z
Beberapa tahun  lalu pegiat pendidikan nonformal (PNF) sering menyuarakan secara tersirat di sosial media, untuk tidak lagi sepakat dengan isi Pasal 26 UU Sisdiknas tahun 2003. Di sana disebutkan dalam ayat 1:

_Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat._

Mereka tidak lagi merasa bahwa layananan pendidikan nonformal sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal. PNF sudah saatnya menjadi _pilihan_ dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Apa saja kesiapan pegiat PNF untuk membuktikan kalau layanan pendidikan nonformal memang layak menjadi jalur pendidikan _pilihan_ masyakarat?

Saya kira tidak cukup, jika pegiat PNF hanya menyuarakan layanannya sebagai layanan pendidikan pilihan masyarakat, tapi tidak ada usaha serius. 

Usaha serius dan paling mudah segera direalisasikan jika pengiat PNF mampu  menganalogikan  layanan pendidikan itu seperti rumah makan. Pemiliknya tak mungkin beli makanan di luar karena ia sudah menyediakan makanannya sendiri.

Ini artinya, pegiat PNF lebih dahulu mengajak sanak saudara sekolah di PKBM. Menyampaikan kepada masyarakat bahwa layanan pendidikan yang dikelola memang layak dipercaya masyarakat. Bangga dengan layanan pendidikan nonformal tanpa banyak kata-kata, yang penting bukti, bukan cuma promosi.

Sampai saat ini, upaya ke arah sana masih banyak pegiat PNF yang pikir-pikir. Buktinya, bangga menyebut PKBM telah berjasa terhadap pendidikan yang dijalani Suku Anak Dalam di Jambi beberapa waktu lalu saja masih belum tampak. Lebih bangga menyebut nama NGO yang juga   punya peran dalam mendidik Suku Anak Dalam daripada menyebut PKBM. Tidak hanya salah satu pegiat PNF di Jambi saja, kebanyakan pegiat PNF juga lebih memilih sekolah favorit di jalur formal daripada di PKBMnya sendiri. Apakah ini tidak boleh dimaknai sedang tidak percaya dengan layanan pendidikan yang diselenggarakan sendiri? Entahlah.

Jika anak-anaknya masih sekolah di luar PKBM, apa yang bisa menjadi jaminan pegiat PNF untuk menyatakan layanan pendidikannya memang patut dipilih masyarakat? 

Jika pegiat PNF memilih sekolah formal untuk mendidik anak-anak mereka, dengan apa mereka  bisa membuktikan kepada menteri Nadhim Makarim bahwa nonformal memang kece, seksi, dan menarik sehingga layak diperhatikan, diperjuangkan, dipertahankan?

_Astatik Bestari_
_Jombang, 30 September 2021_
×
Berita Terbaru Update